JIP - Luar biasa! Rasanya tepat sekali untuk menggambarkan event Aceh Amazing Adventure 2017.
Bayangkan, dengan jarak 48 kilometer harus ditempuh dalam 7 hari, itupun kondisi jalur yang dilalui dalam kondisi kering kerontang.
Kebayang kalau hujan turun saat event berlangsung, “Kalau turun hujan dijamin peserta cuma di trek pembuka saja sudah berhari-hari,
dan tidak bisa masuk trek utama,” ucap M. Natsir sebagai Trip Leader.
Hal luar biasa tidak hanya di dapat dari kondisi trek yang ekstrim saja.
Kepuasan peserta juga di dapat dari suguhan pemandangan indah selama event berlangsung 15-19 Juli 2017.
“Peserta akan melewati daerah yang punya landscape pemandangan indah, melewati sungai bening dan hutan yang masih rimbun,”
ucap Riza Iskandar selaku Ketua Panitia event.
Ini adalah kali kedua event Aceh Amazing Adventure bergulir. “Event pertama berlangsung pada tahun 2015, melewati daerah Aceh Utara.
Konsepnya memperkenalkan ke indahan alam Aceh, juga mengajak para off-roader mencicipi trek off-road di Aceh yang cukup menantang,”
ucap Riza atau biasa dikenal dengan Jajak. Ada 36 peserta yang terdaftar dalam gelaran ke dua Aceh Amazing Adventure 2017.
“Kami sengaja membatasi peserta, melihat waktu yang pendek dan trek cukup ekstrem.
Agar tidak terjadi antrian yang lama di dalam trek, dan peserta bisa menikmati off-road selama event berlangsung,” tutur Trip Leader yang akrab disapa Memet.
Pelepasan peserta berlangsung di perkarangan Kantor Bupati Pidie Jaya, dilepas langsung oleh Said Mulyadi selaku Wakil Bupati Pidie Jaya.
“Start peserta Aceh Amazing Adventure 2017 ini sekaligus dalam rangka memperingati ulang tahun Pidie Jaya yang ke 10.
Semoga dengan adanya kegiatan ini, orang akan melihat indahnya potensi alam di daerah kami,” ucap Wakil Bupati.
Dari perkarangan Kantor Bupati, seluruh peserta yang sudah dilepas bergerak menuju arah kaki Pegunungan Bukit Barisan.
“Kita akan melewati jalur perkebunan untuk sampai di daerah Jiem-jiem, tempat basecamp pertama.
Kabarnya trek ringan karena untuk pemanasan peserta, hanya ada dua kali winching,” ucap M Ali Kadhafi peserta dari Aceh yang menggunakan Toyota Hilux.
Dari perbincangan singkat, rupanya Jiem-jiem ini adalah daerah yang sangat rawan pada masa konflik.
“Tujuan kami memilih jalur Jiem-jiem ini sekaligus memberi tahu kepada orang banyak. Bahwa Aceh sekarang daerah yang aman 100% dari konflik.
Karena dulu daerah ini adalah yang paling rawan di Aceh saat konflik berlangsung,” jelas Memet yang memimpin jalur peserta.
Dan terbukti, tidak ada suasana mencekam, yang ada hanya pemandangan indah alam Aceh yang dinikmati dari dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan.
Sepanjang jalan peserta disuguhkan oleh pemandangan yang beragam. Tak terasa, kami sudah berjalan hingga siang hari dan tiba di anak sungai Kroeng Inong.
Leader pun memerintahkan peserta untuk berhenti di pinggir sungai, untuk istirahat makan siang.
Ada yang unik saat makan siang. Rupanya kawan-kawan off-roader di Aceh rajin kalau soal masak.
Bumbu yang dibawa pun lengkap, mulai dari bawang, tomat, cabai, hingga jahe ada disetiap mobil peserta.
Bahkan walau cuma masak mie sekalipun, tetap diberi bahan-bahan tambahan seperti tomat, bawang, dan cabai. “
Biar makan kita nikmat,” ucap Mirza Ucot peserta dari Banda Aceh.
Melihat cukup banyak yang dimasak, butuh waktu 1,5 jam untuk istirahat makan siang.
Seluruh peserta pun kembali bergerak, agar tidak kemalaman sampai di basecamp pertama.
Berhubung jalur masih ringan, semua rombongan pun tiba di basecamp yang terletak di Bendungan Krueng Inong pada pukul 18:51.
Walau sudah mendekati pukul 7 malam, tapi langit di Aceh masih terang seperti pukul 6 sore.
Setelah melewati malam yang dingin, peserta pun siap melanjutkan perjalanan. Kali ini jalur akan memasuki hutan lebih dalam.
Perjalanan pun semakin seru, “Jalurnya sangat menantang sekali info dari Leader, bayangkan saja kalau jalan sudah tidak pernah dilewati 30 tahun lamanya,”
celetuk Tgk. H. Muharuddin sebagai Ketua DPR Aceh yang mendukung penuh kegiatan ini dan ikut sebagai peserta.
Berangkat dari basecamp, jalur terus bergerak ke atas menuju puncak Bukit Barisan.
Jalur pun makin seru, kali-kali air dan tanjakan terus menyambut sepanjang trek.
“Hati-hati, kiri dan kanan kita jurang dalam,” peringatan dari Leader. Dibalik jalur yang cukup bikin was-was,
kita disuguhkan pemandangan luas daratan Aceh dan laut lepas.
Tak terasa, pohon yang tadinya sedikit sudah mulai rimbun mulai menutupi sinar matahari.
Kondisi jalan tampak mulai tertutupi dengan Alang-alang. Artinya, kami sudah sampai di mulut trek sebenarnya,
yaitu di daerah Gunung Mampree. Beberapa V sudah mulai menyambut, tapi karena kondisi trek kering tidak butuh lama melakukan recovery.
“Kita berhenti sebentar, karena jalanan tertutup batang pohon besar dan harus dipotong pakai gergaji mesin.
Dan 100 meter didepannya handicap sudah berat,” ucap Memet lewat radio komunikasi. Berhubung sudah jam makan siang,
ini dimanfaatkan untuk isi tenaga sebelum kerja berat.
Benar saja, setelah bergerak kita sudah dihadapkan dengan handicap V yang cukup tricky.
“Handicap V ini masuknya belok ke kanan patah dan cukup dalam. Buat mobil panjang seperti saya pasti sulit.
Harus ditahan pakai winch saat turun agar tidak terbalik,” jelas Usman Abdullah, Walikota Langsa yang terdaftar sebagai peserta.
Baru lolos dari handicap tricky tersebut. Trek tidak mengasih nafas peserta cukup lama.
Tanjakan terjal pun kembali menghadang. “Jalan yang seharusnya sudah hilang karena longsor.
Agar bisa lewat, kita buat jalur naik ke atas tebing ini,” ucap Memet.
Jelas sekali, tanjakan yang dilewati ini adalah tebing sekitar 15 meter, dengan sudut kemiringan sekitar 50°.
Begitu tiba di puncak tebing, giliran turun ke bawah. Turunnya justru lebih seram, karena tingginya 30 meter.
Dan saat 15 meter dari dasar, sudut kemiringannya semakin curam, sekitar 70°! “Turunya harus ditahan pakai winch belakang,” terang Memet.
Semakin ke dalam, handicap di Gunung Mampree pun semakin berat. Tanjakan dan turunan securam itu masih ada dua lagi yang harus dilewati peserta.
Permukaan tanah pun sangat tricky, sehingga harus pintar-pintar menentukan titik winching point.
Hebatnya, semua peserta bisa keluar dari trek ekstrem ini tepat waktu. Tidak ada yang terjebak di dalam trek.
Melihat kondisi trek cukup berat untuk di lalui. Dan pada tanggal 19 Juli, semua peserta dapat Finish di pelataran Mapolres kota Pidie.
Sampai ketemu di Aceh Amazing Adventure berikutnya.