JIP - Memasuki dekade 1980-an, keluarga besar Toyota Land Cruiser Seri 40 menghadapi tantangan yang sangat berat di seluruh wilayah penjualan di segenap penjuru dunia.
Inti tantangan tersebut adalah konsumen tidak lagi hanya bisa terpuaskan oleh nilai jual khas Seri 40 dalam hal aspek teknis seperti keandalan dan ketangguhan. Mereka membutuhkan keunggulan di sektor lain yang selama bertahun-tahun tidak ditawarkan oleh Seri 40.
Mereka menuntut penampilan yang tidak membosankan (lebih segar), karakter pengendaraan yang lebih nyaman dan kemasan keseluruhan yang lebih modern.
Sejatinya, wajar saja kalau Seri 40 terasa mulai ketinggalan zaman ketika memasuki era 1980-an, karena memang konsep produk Seri 40 berasal dari masa 1950-an dan 1960-an yang semuanya serba “spartan”.
Jika dibuat kesimpulan sementara, permintaan kalangan konsumen seperti ini lebih mengarah pada konsep produk Seri 40 yang sedikit lebih “soft”.
Secara umum, permintaan demikian disuarakan oleh konsumen yang tinggal di kawasan Eropa dan Jepang.
Maklum saja, jaringan infrastruktur di kedua wilayah tersebut memang sudah mapan.
Sebaliknya, ada kalangan pengguna Seri 40 yang tidak ingin karakter kuda beban (work horse) dan unsur rigidity, reliability serta durability yang selama bertahun-tahun menjadi nilai jual unggulan “The Forty” dihilangkan.
Malah sebisa mungkin, semua kelebihan tersebut ditingkatkan hingga batas yang lebih hardcore. Sudah bisa ditebak, permintaan yang sangat spesifik seperti ini datang dari konsumen yang tinggal di kawasan Australia, Afrika dan Timur Tengah, yang memang terkenal sangat suka “menyiksa” mobil sampai batas ekstrem.
Segenap tuntutan tersebut menjadi beban berat di bahu Chief Engineer Masaomi Yoshii yang diserahi tugas dan tanggung jawab oleh Toyota Motor Corporation untuk mengembangkan generasi baru yang menggantikan Toyota Land Cruiser Seri 40.
Dan setelah hampir empat tahun keliling dunia untuk survei, Yoshii-san sampai pada satu kesimpulan bahwa kedua tuntutan konsumen tadi harus dipenuhi oleh satu produk yang sama.
Hasil akhirnya adalah Toyota Land Cruiser Seri 70, yang dihadirkan sebagai generasi baru pengganti Seri 40.
Dibanding Seri 40 yang digantikannya, Seri 70 menampilkan sejumlah ciri spesifik dari generasi sebelumnya.
Itu sebabnya, Seri 70 tetap mempertahankan konstruksi body on frame dengan ladder frame, solid axle depan-belakang dan sistem suspensi leaf spring (per daun). Sejalan dengan tuntutan harus lebih kuat maka ketebalan pelat bodi Seri 70 ditambah 1,0 mm.
Selain itu, desain fender depan Seri 70 mengadaptasi Seri 40 berupa sentuhan bergaya kotak di bagian “front end”, namun kaca depan dibuat melengkung sehingga terlihat modern.
Nah, kembali pada tuntutan konsumen yang saling kontras dalam artian ada kubu nyaman dan kubu kuda beban, maka Toyota merilis sekaligus dua varian Land Cruiser Seri 70 secara simultan pada Nopember 1984 untuk memenuhi kebutuhan pasar yang lebih beragam.
Untuk segmen pasar yang membutuhkan Seri 70 dengan karakter kuda beban, Toyota menyediakan Seri 70 jenis heavy duty (HD) yang menganut suspensi leaf spring (per daun).
Sedangkan segmen pasar yang membutuhkan kenyamanan memperoleh Seri 70 dengan suspensi coil spring (per keong) yang lalu diberi nama Seri 70 jenis light duty (LD).
Agar tidak membingungkan konsumen, Toyota melakukan langkah diferensiasi produk dengan membedakan nama Land Cruiser Seri 70. Varian Seri 70 jenis LD disebut Toyota Land Cruiser II atau Toyota Land Cruiser Bundera, sementara Seri 70 jenis HD memakai nama Toyota Land Cruiser Seri 70.
Seri 70 HD (heavy duty)
Dari segi eksterior, Seri 70 HD menampilkan beberapa ciri desain klasik milik Seri 40 seperti gaya bodi yang kotak, lampu depan model bulat, kaca depan tegak dan lampu sein/lampu kecil berbentuk kotak yang “menempel” di samping lampu depan.
Segenap ciri tersebut sudah menjadi design signature Seri 70 HD sejak 1984 hingga akhirnya menjalani beberapa penyegaran di sektor penampilan eksterior pada tahun 2007 lalu.
Mengikuti kebutuhan konsumen, Toyota menyediakan Seri 70 dalam 5 varian wheelbase mulai “short wheelbase” (2.310 mm, Seri 70/71), “medium wheelbase” (2.600 mm, Seri 73/74), “semi” (2.730 mm, Seri 77/77/78/79), “long wheelbase” (2980 mm, Seri 75/78) dan “super long wheelbase” (3.180 mm, Seri 79).
Serupa pendahulunya (Seri 40), Seri 70 tetap mempertahankan ramuan tradisional berupa konstruksi body on frame dengan solid axle depan-belakang dan suspensi leaf spring serta transfer case tipe part-time 4WD.
Seri 70 mengandalkan solid axle serupa Seri 40 (ukuran 8 7/8 inci) dengan kombinasi full floating (depan) dan semi floating (belakang) atau full floating depan-belakang serta tambahan manual free-wheel hub atau tanpa perangkat tersebut.
Setelah sekitar 15 tahun menggunakan suspensi leaf spring untuk gardan depan-belakang (Nopember 1984- Juli 1999), akhirnya mulai Agustus 1999, Seri 70 berganti suspensi depan dari leaf spring menjadi coil spring yang diadaptasi dari Seri 80/105.
Uniknya, suspensi belakang tetap menganut leaf spring yang dipercaya lebih tangguh untuk mengangkut muatan kelas berat di atas 1 ton.
Sesuai spesifikasinya sebagai mobil kuda beban kelas berat, Seri 70 dipersenjatai mesin dan transmisi kelas berat juga.
Seri 70 menggunakan mesin bensin 6 silinder (3F, 1FZ-F, 1FZ-FE, 1GR-FE). Sedangkan pilihan mesin diesel lebih beragam, mulai 4 silinder (3B, 13B-T), 5 silinder (1PZ), 6 silinder (2H, 1HZ, 1HD-FTE) dan V8 (1VD-FTV).
Yang menarik, mesin diesel seri B menjadi mesin 4 silinder satu-satunya yang dipakai Seri 70 HD karena setelah tahun 1990, sang pejantan tangguh ini tidak pernah memakainya lagi.
Seri 70 LD (light duty, Toyota Land Cruiser Bundera, Toyota Land Cruiser II)
Bersamaan dengan kehadiran Seri 70 HD, Toyota juga merilis Seri 70 LD yang lebih ditujukan bagi konsumen yang membutuhkan kenyamanan dan kemampuan angkut penumpang, tidak lagi hanya mampu memuat barang.
Sepintas lalu, tidak mudah membedakan Seri 70 jenis LD dan HD secara cepat karena penampilan keduanya yang mirip satu sama lain. Sebetulnya, ada sejumlah ciri spesifik yang bisa langsung menjadi faktor pembeda penampilan Seri 70 LD dan HD.
Perhatikan dimensi fender depan yang lebih kecil, lalu celah antara fender depan dengan bemper yang lebih rapat.
Selebihnya, rumah lampu sein dan lampu kecil yang menyatu dengan grill depan serta desain tepian fender depan yang lebih lebar. O ya, Seri 70 LD juga tersedia dengan pilihan two-tone color.
Karena berbagi platform dengan Seri 70 HD, maka Seri 70 LD juga tersedia dengan beragam pilihan wheelbase yang sama.
Sebetulah varian wheelbase mulai “short wheelbase” (2.310 mm), “medium wheelbase” (2.600 mm), “semi” (2.730 mm). Khusus untuk Seri 70 LD, Toyota tidak menyediakan varian “long wheelbase” (2980 mm) dan “super long wheelbase” (3.180 mm).
Varian long wheelbase dan super long wheelbase pada Seri 70 LD ditiadakan karena alasan kebutuhan untuk mengangkut penumpang, bukan membawa barang muatan.
Di sektor mekanikal, Seri 70 LD mengadaptasi resep milik Seri 70 HD berupa ladder frame, bodi, gardan, transmisi dan transfer case part-time 4WD.
Namun, karakter peredaman dan fine tuning suspensi milik Seri 70 LD sangat kontras dengan Seri 70 HD karena lebih mengutamakan kenyamanan.
Atas nama kenyamanan, tim engineering Toyota merancang suspensi coil spring dengan karakter long stroke untuk Seri 70 LD. Di sisi lain, sesuai nama “light duty” maka para tukang insinyur Toyota memilih gardan solid ukuran 8 inci jenis full floating (depan) dan semi floating (belakang).
Sebelum berdinas di Seri 70 LD, gardan solid tersebut sudah pernah bertugas untuk Toyota Hilux. Kombinasi gardan solid dan suspensi coil spring memungkinkan Seri 70 LD untuk mencapai karakter pengendaraan yang nyaman.
Walau demikian, ada juga Seri 70 LD yang beredar di sejumlah negara dengan suspensi leaf spring karena alasan kondisi operasional yang ekstrem.
Untuk membedakan antara Seri 70 HD dan Seri 70 LD, Toyota Motor Corporation memberikan nama yang spesifik kepada sang penyandang sabuk kelas ringan dengan sebutan Land Cruiser II atau Bundera.
Perbedaan nama tersebut disesuaikan dengan wilayah pasarnya. Semisal wilayah Asia menerima Toyota Land Cruiser Seri 70 LD dengan sebutan Toyota Land Cruiser Bundera, sedangkan kawasan Eropa mendapatkan Toyota Land Cruiser Seri 70 LD yang punya nama Toyota Land Cruiser II.
Sejalan perkembangan kemauan konsumen, Toyota Motor Corporation memoles sosok Seri 70 LD dengan lampu depan model kotak, rumah lampu kecil (side marker) depan yang berwarna transparan, lampu sein depan di bawah lampu depan dan bodi yang membulat.
Model ini dirilis pada April 1990 sebagai Toyota Land Cruiser Prado dan tersedia dalam pilihan 2 pintu serta 4 pintu (station wagon body style).
Nantinya, Toyota Land Cruiser Prado yang menganut gardan solid menjalani proses evolusi dan kemudian menjadi Land Cruiser Prado Seri 90 dengan IFS (independent front suspension).
Pada sisi lain, Seri 70 LD dengan sebutan Bundera tetap hadir secara paralel dengan Prado untuk melayani kebutuhan konsumen yang berbeda.
Karena berstatus sebagai Land Cruiser versi tugas ringan, wajar saja kalau pada awal-awal kemunculannya Seri 70 LD hanya menerima mesin 4 silinder segaris (bensin dan diesel).
Untuk mesin diesel, pilihannya adalah 2L/2L-T/2L-TE/3L/1KZ-T/1KZ-TE. Sedangkan untuk mesin bensin, tersedia alternatif seperti 22R/22R-E.
Selain transmisi manual 5-speed sebagai perlengkapan standar, opsi otomatis 4-speed menjanjikan kenyamanan bagi pengemudi.
Kini, tiga dekade sudah berlalu sejak Toyota Motor Corporation memperkenalkan Toyota Land Cruiser Seri 70.
Muncul pertanyaan, seperti apa penggantinya kelak nanti? Jawabannya jelas, sepanjang masih ada yang memerlukan Seri 70, selama itu pula Seri 70 tetap ada.