Jip.co.id - Paguyuban Jeep Malang Raya berniat untuk menggugat pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terkait dengan masalah pembatasan kuota armada yang diijinkan untuk melayani penumpang ke Bromo.
Pembatasan kuota armada yang diberlakukan sejak 9 Mei lalu dinilai merugikan warga yang memiliki usaha melayani transportasi wisata.
Ketua Paguyuban Jeep Malang Raya, Idhamsyah Putra menjelaskan, dari 94 jip anggotanya, yang diperbolehkan beroperasi naik ke Bromo hanya 21 jip saja.
“Tentu saja, seluruh anggota kami terkendala tidak dapat melayani penumpangnya. Sementara, paguyuban lain tidak ada pembatasan kuota,” katanya.
Idhamsyah mengatakan, alasan pembatasan kuota karena mereka dianggap bukan warga lokal terkesan berat sebelah.
(Baca Juga: Bukan Hanya Lautan Pasir, Gunung Bromo Juga Menjadi Lautan Mobil 4x4)
Anggapan sebagai bukan warga lokal dianggap tidak berhak melayani pengunjung Bromo.
“Ada SK dari TNBTS yang isinya untuk mengangkut wisatawan ke Bromo, harus Jip dari paguyuban lokal,” tukas Idhamsyah.
Gesekan dengan paguyuban lokal ini, sudah terjadi beberapa kali, armada Jip anggota Paguyuban Malang Raya dihentikan oleh anggota paguyuban lokal di rest area Gubuk Klakah, Poncokusumo.
“Mereka selalu menghitung armada anggota kami yang sudah naik hingga mencapai 21 armada. Setelah itu, mereka menghentikan yang lain,” ujarnya.
“Waktu itu, Pak John sudah memberikan kuota kepada kami 100 Jip, sedangkan paguyuban lokal 600 Jip. Kami memiliki rekaman, Pak John berkoordinasi dengan salah satu kepala seksinya untuk menyelesaikan itu. Tapi nyatanya sekarang, malah hanya mendapat kuota 21 Jip saja," ujar Idhamsyah.
Sementara itu, Advokat Yayan Riyanto ditunjuk sebagai kuasa hukum melalui DPC Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) Malang. Yayan mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan masalah dengan baik-baik.
(Baca Juga: Bikin Kaget, Ternyata Ini Mesin Favorit Pengemudi Jip di Bromo)
“Kami mendapat kuasa untuk menyelesaikan permasalahan itu secara damai. Kalau seminggu tidak ada hasil, kami gugat kesepakatan rapat koordinasi yang seolah-olah tidak diketahui TNBTS,” katanya.
Dijelaskannya, paguyuban lokal ada 900 Jip, sedangkan paguyuban Malang Raya hanya 94 Jip.
Dengan jumlah yang kurang dari seratus itu, tidak ideal dilakukan pembatasan.
“Itu masih dibatasi. Monopoli itu namanya. Padahal mereka tidak pernah mengambil penumpang dari Tumpang. Mereka dapat penumpang wisata Bromo dari usahanya sendiri, seperti melalui online, komunitas, telepon dan sebagainya,” kata Ketua DPC Peradi RBA Malang ini.
Dikatakan Yayan, kasus penghadangan Jip paguyuban Malang Raya tidak hanya sekali.
Tapi sudah berulangkali.
Menurutnya, kalau peristiwa itu terjadi terus, wisatawan Bromo yang dirugikan. Pasalnya, wisatawan yang datang ke TNBTS berasal dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri.
“Bromo bukan masalah milik Tumpang atau Malang Raya. Ini masalah nasional,” ungkap dia.
Sedangkan Sarif Hidayat dari TNBTS saat dikonfirmasi menjelaskan, pihaknya belum bisa menanggapi adanya upaya gugatan tersebut.
“Mengenai rencana gugatan, kami belum bisa tanggapi. Kami juga sedang konsultasi ke Jakarta terkait persoalan itu. Begitu ya,” tutur Sarif melalui pesan pendek.