Rupanya polesan pada desain kap mesin dan gril serta pemindahan posisi wiper (dari atas windshield ke bawah windshield) dianggap cukup signifikan untuk membedakan sosok EE-12 dan sosok Marruá.
Setelah memoles aspek penampilan, para engineer Engesa yang membidani Marruá lalu memasang mesin diesel 4 silinder 2,8 liter turbo intercooler (EE-12 memakai mesin bensin 2,5 liter) hasil lisensi MWM Jerman,
yang tersedia dengan beragam pilihan emisi gas buang, mulai Euro 2 sampai Euro 3. Mesin diesel ini menghasilkan torsi besar pada putaran rendah (340 Nm - 360 Nm pada 1.600 rpm - 2.000 rpm)
dan dipadukan bersama transmisi manual 5-speed keluaran Eaton dengan spesifikasi dog-leg (sama seperti EE-12).
Berbeda dengan transmisi manual lainnya, transmisi dog-leg pada Marruá memiliki posisi gigi 1 di sisi kiri bawah, dan posisi gigi mundur di sisi kiri atas. Secara spesifik, tim Agrale memilih transmisi Eaton karena gigi 1-nya mempunyai gear ratio yang super-low (6,3 - 6,8:1).
Dari sudut teknis, kombinasi transmisi dog-leg dan gigi 1 dengan super-low ratio dinilai cocok untuk pemakaian dalam kondisi ekstrem. Intinya, racikan dan posisi gigi 1 serta gigi mundur memang disiapkan secara khusus untuk penggunaan di medan off road.
Sedangkan gigi 2-5 dipakai untuk kondisi normal jalan raya, dan pengemudi bisa menjalankan Marruá dengan langsung memilih gigi 2 tanpa harus melalui gigi 1 lebih dahulu.
Masih di sektor drivetrain, Marruá tetap melanjutkan “tradisi” yang telah dimulai oleh EE-12 dan sebelumnya, Ford M151 MUTT (Military Utility Tactical Truck).
Disebut tradisi karena ketiganya (EE-12, Ford M151 dan Marruá) sama-sama menggunakan transfercase jenis part-time single speed (1-speed) tanpa low gear ratio.
Pertimbangan teknisnya, gear ratio gigi 1 sudah super-low, sehingga tidak lagi membutuhkan transfercase dengan low gear ratio. Apalagi torsi besar pada putaran rendah tentunya menjamin mobilitas Marruá di medan off road berat.
Editor | : | inne |
KOMENTAR