JIP - Entah sudah kali keberapa duo ‘edan’ The Brothers ini bertualang.
Kali ini ‘menu’ long trip yang menjadi sasarannya. Bertepatan dengan kegiatan turing wisata PPMKI ke
Kerinci dari Jakarta. Acara yang diikuti puluhan mobil-mobil eksotis era lampau ini didominasi sedan.
Genre jip 4x4 diwakili duo Ford GPW dan Willys MB lansiran tahun 1944 dan 1 unit Landie seri 1 keluaran 1957.
“Ternyata dari semua peserta, 2 mobil perang inilah yang paling uzur,” kekeh Aan Darmujianto.
Jarak tempuh yang panjang tentu bukan hal yang spesial.
Namun lain cerita jika kendaraan-kendaraan ‘berusia lanjut’ yang menjalaninya.
Coba cek kelengkapan ‘kenyamanan’ yang ada.
Untuk Willys, praktis hanya terpal saja yang menjadi penghalang paparan matahari,
dan kaca depan sebagai penahan angin. Pendingin udara yang tersedia hanya ac alias angin
‘cepoy-cepoy’ yang menerpa dari sisi samping serta belakang.
“Panas kepanasan, dingin ya kedinginan. Kalau hujan ya basah…
“ tawa Aan Darmujianto, pemilik Ford GPW 1944.
Sepanjang 10 hari perjalanan, hujan cukup sering ‘menemani’.
Belum lagi kondisi jalan yang di beberapa titik rusak dan berdebu.
“Hampir tiap hari kita masuk ke tempat yang ditentukan, setelah lewat tengah malam.
Maklumlah 2 mobil ini gak pernah kita geber lebih dari 35 mph alias sekitar 60 km/jam.
Sedangkan peserta lainnya didominasi sedan-sedan berkapasitas mesin besar bisa gaspol.
Kita selalu jauh tertinggal rombongan,” papar Albert Ibrahim.
Tidak jarang jika menemukan cuaca yang bersahabat,
keduanya membuka terpal serta merebahkan kaca depan.
Tidak sampai di situ ‘penderitaannya’, pertimbangan durabilitas
mesin menjadi handicap tersendiri mengingat (lagi-lagi) usianya.
“Beruntung, tidak ada kendala sama sekali selama perjalanan.
Untungnya mesin tahan banting dan hingga kembali ke rumah,
1 baut pun tidak ada yang kita sentuh,” ujar Aan, sapaan akrabnya.
“Malah durability drivernya yang harus dipertanyakan hahaha,” sambar Albert.
Menyusuri jalanan di lintas Sumatera menjadi ‘tantangan’ tersendiri.
The Brothers yang kali ini ditemani Landie seri 1 keluaran 1957 milik Bachrul Effendi,
kerap menemukan hal ‘menarik’ selama perjalanan.
“Jam 2 malam kita sempat buka bengkel untuk memperbaiki Landie,
cukup was-was juga. Sepi dan gelap, yang kita khawatirkan adalah serangan binatang buas.
Gimana tidak, posisi kita di tengah hutan lebat,” papar Albert.
“Selain itu, di hari yang lain ketika lewat jam 12 malam juga di tengah hutan.
Kita sempat dihampiri beberapa sepeda motor dengan gerak-gerik yang mencurigakan.
Saya sempat pegang gagang senapan yang ada di sisi kiri.
Lalu rombongan motor itu melambat dan berhenti.
Padahal senapannya hanya senapan angin hehehe...
Usut punya usut, dari info di tempat kita makan selanjutnya,
itu memang ciri rombongan begal yang kerap beroperasi di daerah tersebut.
Untungnya tidak terjadi apa-apa,” papar Aan.
Begitu banyak peserta lain yang angkat topi buat ‘pasangan’ ini.
Bukan saja karena ‘kenekatannya’, 2 mobil yang paling uzur ini
terkenal karena orisinalitasnya. Pun pada aksesori pendukung seperti halnya
yang terpasang pada masa perang, juga terbilang lengkap.
Belum lagi aparel yang digunakan Aan dan Albert yang juga kental nuansa ala militer.
“Maklum mas, TKD alias Tentara Karepe Dewe (Tentara semaunya sendiri-red),
“ canda Aan.
Alhasil status selebriti dadakan melekat pada duo ini.
“Begitu masuk Kerinci, belum sempat turun dari mobil.
Kita sudah ditodong wawancara dari salah satu stasiun TV.
Dan rupanya banyak dari rekan-rekan komunitas utamanya penggemar 4x4 di daerah-daerah yang kita lewati
mengenal keberadaan kita. Ini pasti gara-gara ulah majalah JIP hahaha,” lagi-lagi canda Aan.
Perjalanan yang menempuh rute 3500 km itu yang ditempuh dalam 10 hari,
sudah dicontreng dalam list perjalanan duo ‘edan’ ini.
Masih ada lagi agenda-agenda perjalanan ke depan yang layak untuk ditunggu.
“Ya, beginilah cara kami manasin mesin,” kelakar Albert Ibrahim.
Mantap!!! Kodjang / Dok. The Brothers